
Buku Public Speaking
Resensi Buku:
Judul: Public Speaking Seni Berbicara Di Depan Publik: Praktik dan Pengukuran
Penulis : Dr. Ilham Prisgunanto
Penerbit : Prisani Cendekia
Tebal: v, 209 halaman
Tahun Terbit : 2020
ISBN: 978-9791-1931533
Peresensi: Siti Anisah, S.Hum
Satu yang diakui sudah banyak buku yang berbicara tentang public speaking atau retorika, namun kebanyakan hanya mengambil dari sisi praktis penulis saja. Kecenderungan yang terjadi adalah tercampurnya berbagai konsep teoritik yang beranekaragam di dalam buku tersebut, sehingga menyulitkan untuk memahami keilmuan sesungguhnya tentang public speaking itu sendiri. Buku yang benar-benar mumpuni berbicara public speaking benar-benar menjadi barang langka, bahkan hampir punah sama sekali terutama yang berbahasa Indonesia. Buku public speaking yang sampai sekarang banyak digunakan sebagai rujukan adalah “Retorika modern: pendekatan praktis” yang ditulis oleh Jalaluddin Rakhmat (1994). Buku teks yang fenomenal ini diyakini bisa digunakan meski usia buku tersebut sudah termasuk ‘gaek’ karena memasuki usia di atas sepuluh tahun dari sekarang.
Kehadiran buku “Public Speaking Seni Berbicara Di Depan Publik: Praktik dan Pengukuran” yang ditulis Ilham Prisgunanto ini berusaha mengisi kekosongan akan literatur berbahasa Indonesia seputar perkembangan dari retorika itu sendiri. Dengan berani buku ini memosisikan diri pada paradigma sistemik model cybernetika Shannon dan Weaver (hal. 9-10). Jelas keberanian menyebutkan posisi paradigmatik menunjukkan kemapanan dan mantapnya kajian teoritik yang digunakan buku ini. Dengan demikian, maka nilai obyektivitas yang digunakan buku ini cukup mendalam.
Diyakini buku ini sedikit banyaknya terpengaruh oleh pendahulunya buku Retorika Modern Pendekatan Praktis yang ditulis Jalaluddin Rakhmat (1994) bahkan banyak mengutip dan merujuk di sana-sini tentang isi dari pemikiran buku tersebut (hal 3-7). Penulis buku ini menunjukkan penghormatan mendalam pada pendahulunya dan sepertinya berusaha menelusuri pijakan-pijakan yang sudah dibuat oleh pendahulu mereka yang serius membahas tentang retorika ini. Dari sisi sejarah buku ini berusaha menyebutkan keseimbangan akan retorika sebagai praktik hukum atau memang esensi sesungguhnya retorika secara mandiri. Di lain sisi ditambahkan tentang retorika era cyber digital yang memang belum ada yang mengupas mendalam tentang hal ini (hal. 7).
Buku ini mengakui, bahwa kajian retorika berada di tengah-tengah antara paradigma positivistik dan konstruktivistik, sehingga kajian-kajian yang digunakan jelas bisa dalam pendekatan yang obyektivistik dan subyektivistik. Dari sisi ini jelas penulis tidak mau begitu ‘sembrono’ dalam menafsirkan kedudukan public speaking sebagai kajian teoritik dan itulah nyawa dari esensi sesungguhnya pembahasan tentang retorika itu sendiri dalam buku ini.
Keandalan buku ini adalah ketaatan akan pembahasan menggunakan model sistematik cybernetika dengan perpanjangan dari dimensi-dimensi atau subvariabel yang ada. Pada pembahasan awal membicarakan public speaking dari sisi penutur atau komunikator dalam proses komunikasi (hal. 39). Penjuru utama keberhasilan retorika menurut penulis sangat tergantung pada penentuan tujuan, topik, sasaran dan misi, oleh sebab itu perlu perancangan serius dalam hal ini. Namun dari itu semua persiapan diri dari si pembawa lebih penting menurut penulis karena sikap dan perasaan di penutur nomor satu.
Tak heran di buku ini dengan gamblang membicarakan tentang penyakit berkomunikasi (hal. 26) yang menjadi kendala utama orang melakukan praktik public speaking. Bila ini tidak ditanggulangi sebelumnya tidak mungkin praktik public speaking dapat berjalan lancar di lapangan. Dalam kajian komunikasi dikenal dengan istilah Communication Apprehention atau keengganan manusia berkomunikasi (disingkat C.A). Disinyalir bahwa penyakit ini berangkat dari aspek psikologis yang terguncang oleh pengidapnya sejak kecil. Kondisi traumatis masa kecil akan terbawa dan akan memunculkan penyakit keengganan berkomunikasi pada pengidapnya. Buku ini menyebutkan kondisi lingkungan yang tidak mendukung dan perasaan malu akan kritik adalah penyumbang terbesar situasi penyakit ini.
Lebih lanjut buku ini menyebutkan beberapa terapi penyembuhan penyakit C.A, seperti pertama teknik fenomena bola salju yang merupakan teknik public speaking permainan panggung yang sarat simbol maka seseorang harus menguasai simbol-simbol tersebut. Kedua merubah paradigma pidato dimana si pembawa akan meyakinan dirinya bahwa pendengarnya bukan apa-apa, ketiga Teknik relaksasi dan ketenangan jiwa, Teknik-teknik ini sebenarnya ada dalam kisah film King’s Speech yang bercerita Pangeran Albert, Adipati York, putra kedua Raja George V, berpidato dengan gagah. Oleh sebab itu calon raja Inggris yang memiliki ketakutan berkomunikasi akan suaranya sendiri, perlu dilakukan relaksasi akan diri dan perasaan beliau. Keempat adalah teknik simulasi dan pengukuran merupakan Teknik merekonstruksi tempat melakukan public speaking dengan membuat kemungkina terbaik dan terburuk dalam berbicara di depan publik.
Buku ini sesuai dengan perspektif cybernetika maka membagi bagian-bagian pembahasan sesuai dengan dimensi yang digunakan yaitu; dari sisi penutur atau sumber informasi (komunikator) dari sisi penyusunan sebuah pidato atau retorika (Bab 4, hal 39- 67). Di sini dibicarakan tentang penyusunan yang ketat sebuah pidato dan cenderung untuk melakukan melihat segala kemungkinan akan situasi dan kondisi yang ada juga berkaitan dengan improvisasi yang mungkin bisa dilakukan sang orator (hal.72). Demikian juga tentang saluran (Channel) atau pemilihan media komunikasi yang hendak digunakan dalam melakukan public speaking harus dipertimbangkan dengan matang kelebihan dan kekurangan yang ada (hal. 84). Tidak itu saja buku ini menyebutkan perlunya riset awal sebelum mengetahui medan dalam public speaking, terutama pilihan isu yang akan dibicarakan kepada audiens. Bisa menelusur surat kabar lokal, media sosial yang ada atau pergunjingan yang sedang berlangsung (hal. 104).
Buku ini juga menunjukkan cara analisis framing terhadap isi konten public speaking dengan model Gamson and Modigliani (hal. 107), dan menggunakan studi kasus dua kandidat presiden yang muncul dalam beberapa media massa di saat itu dan menjadi pergunjingan. Analisis tajam tentang pengukuran kualitatif ditunjukkan dengan tabel perbandingan penilaian dari peneliti dengan menggunakan model cybernetika yang ada (hal. 140-142). Dengan demikian buku ini mengklaim bahwa dimensi atau faktor-faktor inilah yang bisa digunakan sebagai parameter pengukuran public speaking yang ada.
Berbeda dengan itu untuk analisis kuantitatif juga ditunjukkan dengan pengujian hipotesis untuk melihat apakah public speaking bisa mempengaruhi pemahaman pendengar (audiens) terhadap konten yang disajikan? Semua dilakukan dengan penyebaran angket kepada pendengar (audiens). Dalam buku ini studi kasus yang digunakan adalah public speaking pengajaran di kampus dengan responden adalah mahasiswa sebagai peserta didik. Pengujian hipotesis dengan mengunakan uji statistikal secara gamblang dan rinci (hal. 174).
Akhir buku ini ditutup dengan konten-konten anyar tentang isu-isu terbaru seputar public speaking, seperti; pidato dan isu kenegaraan, pemaknaan pidato Presiden, kesaktian sihir dalam public speaking, bias selebritas dalam public speaking (hal. 200). Dengan demikian terlihat bahwa ada upaya pembaruan terhadap konten buku yang terkesan sangat konteks akademis dalam penyajian.
Ambisi yang terlalu meluap dan keinginan penulis yang meledak-ledak akan buku ini menyebabkan konten buku ini syarat denga nisi. Alhasil buku ini menjadi terlalu gendut dan agak sulit memfokuskan pada satu tema. Buku ini berisi tentang perencanaan public speaking, praktik public speaking, analisis konten public speaking dan terakhir pengukuran public speaking. Bisa dikatakan ada 4 tema besar seolah dijejalkan pada buku ini. Proyek ambisi luar biasa dalam buku ini jelas bisa menjebak pada pengertian yang dangkal dari pembaca akan buku ini. Bagi mereka yang bukan praktisi dan terlibat dalam dunia komunikasi mungkin ada beberapa kata yang hilang (missing) yang bisa dikonsumsi dan ditafsirkan mendalam, seperti bagian analisis isi framing (hal. 108). Meski diakui buku ini bisa menjadi buku babon public speaking (retorika) namun penggunaan bahasa populer tetap menjadi kendala pada penyampaian. Namun setidak-tidaknya buku ini mengisi dahaga ilmuwan dan praktisi komunikasi akan literatur retorika yang sarat dengan kajian akademik dan praktis.
*Penulis adalah Seorang Praktisi Public Relations
Bibliografi
Prisgunanto, Ilham (2020). Public Speaking Seni Berbicara Di Depan Publik: Praktik dan Pengukuran”. Jakarta : Prisani Cendekia
Rakhmat, Jalaluddin (1994). Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung : Rosdakarya
"The KING'S SPEECH, Saat Si Gagap Menjadi Raja", (availabel at https://www.kapanlagi.com/film/internasional/the-kings-speech-saat-si-gagap-menjadi-raja.html [diunduh tgl 13/1/2021])