Monitoring Media sebenarnya bertujuan mengetahui kemana arah keberpihakan dari isi media komunikasi yang ada. Dengan demikian diketahui agenda apa yang hendak dituju oleh si pembuat berita. Dalam artian komunikasi dikenal dengan framing pemberitaan yang ada. Pada perkembangan lebih lanjut dengan ditemukannya media sosial, maka dikenal juga monitoring media sosial yang ada saat ini. Media sosial yang semula dianggap bukan media komunikasi hanya sebagai media ajang pergaulan bergeser menjadi media komunikasi juga, bahkan menjadi referensi atau rujukan orang dalam perilaku layaknya sebuah media komunikasi mainstream.
Dari sinilah awal dimulainya kematian media-media mainstream yang berdiri dalam etika dan balutan pers. Kematian-kematian jejaring berita menandakan hancurnya kapitalisme jaringan berita yang menggurita di tengah maraknya dunia cyber digital. Kegandrungan orang menggunakan media sosial menyebabkan pergeseran signifikan manusia digital ke dalam dunia cyber digital dengan pengutamaan pergaulan digital dalam penggunaan media sosial yang ada.
Kontrol terhadap isi media sosial menjadi kendala utama dalam mengatur arah dari isi informasi media tersebut. Dengan keberaadaan UU ITE menandakan bahwa media sosial memiliki sanksi pidana dalam penggunaannya yang serampangan. Pengujian dan pengukuran akan konten media sosial dalam kajian media massa jelas dapat diukur dengan menggunakan monitoring atau analisis isi. Konten media sosial bisa dipantau dengan pengukuran framing tertentu akan sebuah isu dalam core frame yang diinginkan. Apakah dalam tataran Politik, Ekonomi, Budaya dan Pertahanan dan Keamanan. Tentu penilaian akan sebuah konten media dengan menggunakan pihak pembanding penilai yang disebut dengan istilah informan media checker atau reliability informan checker. Biasanya penilaian adalah seorang ahli di bidang tertentu yang kepakarannya mumpuni akan sesuatu isu. Dengan demikian maka penilaian akan menjadi sangat sahih dan memenuhi syarat dalam netralitas penilaian.
Analisis akan menggunakan pengukuran statistikal biasanya menggunakan SPSS dengan upaya memudahkan penilaian. Meski pada kenyataannya banyak perusahaan konsultan public relations menggunakan alat sendiri dengan berbasis teknologi informasi untuk melakukan pengukuran ini. Sayangnya patokan penilaian kadang serampangan dan tidak memenuhi syarat dalam statistikal. Dalam perjalanannya ada kategori-kategori pengukuran dengan labelisasi untuk melakukan penilaian. Ada 13 parameter yang bisa digunakan untuk mengukur core frame yang ada terutama media sosial, seperti ;
- Tone,
- Narasumber,
- Keberpihakan
- Media Sosial
- Komentar
- hastag
- Keberlanjutan
- Penonjollan
- Sensitivitas
- Core Frame
- dan lain-lain
Kesemua itu bisa dilakukan dengan tentu menunjung nilai etika tentang obyektivitas penelitian. (Pris)